Garuda Citizen – Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat daerah Kabupaten (Setdakab) Bengkulu Utara, Irsaliyah Yurda, SH, MH, sangat menyayangkan jika DPRD membawa hasil konsultasi dari BPKP soal perbedaan penafsiran masalah aturan jadwal proses pembahasan KUA-PPAS, antara Banggar dan TAPD hanya berupa lisan dan tidak ada secara tertulisnya.
Apa lagi kabarnya, setelah usai melakukan konsultasi ke BPKP. Banggar DPRD Bengkulu Utara, hari ini Rabu (23/8/2023) juga melakukan konsultasi dengan pihak Pemerintah Provinsi Bengkulu, yakni kepada Gubernur selaku perpanjangan tangan dari Pemerintah pusat. Setelah itu, Banggar DPRD juga akan melakukan Konsultasi lagi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selaku pembuat aturan.
“Kita berharap pihak dewan juga seperti kita dari pihak eksekutif ketika berkonsultasi kepada BPKP, yakni dengan cara menyampaikan permohonan secara tertulis dan meminta jawaban pun juga secara tertulis agar ada pegangan atau ada dasarnya yang jelas dan resmi. Baik itu dari BPKP, Pemprov ataupun dari Mendagri,” ungkap Kabag Hukum dengan media ini di ruang kerjanya, Rabu (23/8/2023).
Perbedaan Aturan Tertulis dan Tidak Tertulis
Perlu juga diketahui, kata Kabag Hukum, berdasarkan bentuknya ada dua jenis peraturan, yakni peraturan tertulis dan peraturan tidak tertulis. Salah satu membedakan peraturan tertulis dan tidak tertulis itu, adalah definisinya.
Untuk peraturan tertulis adalah aturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. Contohnya Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah bersama DPR. Sedangkan untuk aturan tidak tertulis, definisinya adalah aturan yang tidak disusun oleh lembaga berwenang, melainkan masyarakat. Kemudian, aturan tidak tertulis adalah prinsip hidup yang diyakini serta dijalankan turun-temurun dalam kelompok masyarakat. Contohnya hukum adat.
Selain itu, lanjut Kabag Hukum, perbedaan peraturan tertulis dan tidak tertulis adalah sumbernya. Karena, Peraturan tertulis bersumber dari rumusan tata aturan yang telah dirumuskan oleh pemerintah atau negara. Sehingga sifatnya resmi juga mengikat.
Sementara, peraturan tidak tertulis asalnya dari keyakinan dan kesadaran masyarakatnya. Peraturan ini sering kali bersifat mengikat, namun hanya untuk kelompok tertentu dan tidak untuk dikonsumsikan oleh seluruh masyarakat.
“Nah..kalau sepengetahuan kita, PP nomor 12 Tahun 2019 itukan disusun oleh pemerintahkan,” ujar Kabag Hukum.
Kabag Hukum Sebut Hasil Konsul ke Gubernur Sama Hasilnya Dengan BPKP
Terkait dengan adanya hal perbedaan penafsiran antara Banggar dan TAPD dalam mencermati masalah aturan jadwal proses pembahasan KUA-PPAS yang tertuang pada pasal 90 dan 91 PP Nomor 12 Tahun 2019 tetang pengelolaan keuangan daerah. Kabag Hukum juga mengakui, bahwa pihaknya juga sudah melakukan konsultasi kepada Gubernur.
Berdasarkan surat B/900.1.1/10/BPKP/2023 dalam Perihal Penjelasan Terkait Proses Lanjutan Penyusunan APBD Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Anggaran 2024 menjelaskan, bahwa pihak pemerintah Provinsi Bengkulu membenarkan apa yang telah tertuang dalam pasal 90.
“Intinya, pihak Pemprov menguatkan apa yang menjadi pendapat kita. Bahwa penandatangan kesepakatan KUA-PPAS untuk APBD 2024 itu pada minggu kedua Bulan Agustus. Namun karena ada hal ini, pihak Pemprov juga sempat memberikan diskresi dengan menambah jadwal penandatangan kesepakatan hingga tanggal 18 Agustus 2023. Perlu saya ingatkan kembali, diskresi itu penandatangan kesepakatan ya, dan bukan pembahasan,” jelas Kabga Hukum.
“Untuk masalah secara tertulis dan lisan itu tadi, intinya kalau tertulis itu dapat dibuktikan secara akurat. Sedangkan untuk lisan itu sulit untuk dibuktikan kebenarannya. Apa lagi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sangat jelas mengamanatkan, agar kita selaku badan Publik menyampaikan informasi publik yang sebenar-benarnya kepada masyarakat dan tidak menyesatkan. Hal ini tentu tujuannya, agar masyarakat dapat mengontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh Badan Publik, terutama pemerintah,” Tutup Kabag Hukum. (Ben)