Garuda Citizen – Banggar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkulu Utara mempertanyakan realisasi pajak penerangan jalan (PPJ) dari pelanggan sebesar 10 persen yang secara rutin disetor oleh pihak PLN setiap tahun ke Kas daerah.
Diketahui, pertanyaan ini muncul akibat pihak dewan agak sedikit kesal lantaran setelah melihat anggka Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tertuang dalam KUA-PPAS tahun 2024 dinilai secara drastis menurun dari tahun – tahun sebelumnya. Karena tahun 2023 angka PAD sebesar 25 miliar lebih, sementara untuk ditahun 2024 turun menjadi 23 miliar.
Dari pantauan media ini, pertanyaan masalah PPJ tersebut dilontarkan oleh salah satu anggota Banggar DPRD Bengkulu Utara, Pitra Martin, dalam rapat Banggar dengan TAPD dalam agenda membahas terkait KUA-PPAS tahun 2024 yang dipimpin oleh wakil ketua 1 Juhaili, S.IP di ruang sidang lantai dua gedung DPRD setempat.
“Saya kira untuk pajak lampu jalan yang diambil dari setiap pelanggan PLN sebesar 10 persen yang katanya disetor ke KAS daerah perlu diperjelaskan. Karena, apa dasar laporan dari pihak Bapenda terkait anggka PPJ yang telah disetorkan ke Kas daerah tersebut, kalau data jumlah pelanggan PLN se Kabupaten Bengkulu Utara saja kita melihatnya,” tutur Pitra Martin, Senin (7/8/2023).
Lampu Jalan Disinyalir Banyak Rusak, PPJ 10 % Jalan Terus
Pitra Martin juga mempertanyakan pajak penerangan jalan yang dibayar oleh masyarakat/pelanggan PLN sebesar 10 persen setiap mereka membayar listrik atau membeli token listrik karena ingin mengetahui siapa yang menerima dana tersebut, apakah PLN ataukah Pemerintah Daerah ? Karena saat ini banyak masyarakat mengeluh lantaran banyaknya lampu jalan yang sudah mati tapi tidak dibenahi.
Bahkan, lanjut Pitra Martin, dari hasil pemantauannya di lapangan, tidak semua masyarakat yang telah membayar pajak penerangan jalan sebesar 10 persen itu menikmati lampu jalan, sehingga ini perlu menjadi perhatian oleh Pemerintah Daerah.
“Tergantung unsur pimpinan, karena kalau kami dari Komisi III sangat siap RDP dengan pihak PLN dan pemerintah daerah setempat. Jangankan besok atau lusa, detik ini kami siap, biar jelas kemana uang PPJ 10 persen itu,” cetus Pitra Martin.
Sementara, Wakil Ketua 1 Juhaili selaku pemimpin rapat dalam hal ini dengan tegas menyampaikan, bahwa untuk mengenai pajak penerangan lampu jalan, selanjutnya akan digiring ke Komisi III melalui RDP dengan mengundang pihak PLN dan Pemerintah Daerah, agar masalah ini ada kejelasannya.
“Untuk PPJ ini tekait data ya…Sulit untuk mendapatkan data valid. Cuman tadi menjadi sebuah catatan bersama dengan kawan-kawan supaya hal ini diserahkan kepada komisi pembidangan agar melakukan RDP dengan pihak terkait,” pungkas Juhaili.
Berikut Penjelasann Pasal 2 Ayat (2) UU No 28 Tahun 2009 Tentang PDRD
Perlu juga diketahui, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (PDRD) pasal 2 ayat (2) huruf e menjelaskan, bahwa Pemerintah kabupaten/atau kota memiliki kewenangan untuk memungut pajak penerangan jalan.
Selain itu perlu diketahui, pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU PDRD, yang menjadi objek pajak penerangan jalan ialah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
Adapun listrik yang dihasilkan sendiri tersebut meliputi seluruh pembangkit listrik. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang tidak termasuk objek pajak penerangan jalan sebagai berikut:
- penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah;
- penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;
- penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait;
- dan penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.
Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Selanjutnya, orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik ditetapkan sebagai wajib pajak penerangan jalan. Akan tetapi, jika tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, wajib pajak penerangan jalan adalah tenaga listrik.
Lebih lanjut, berkaitan dengan tarif, terdapat tiga besaran tarif yang diatur dalam Pasal 55 UU PDRD. Secara umum, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Tarif pajak penerangan jalan maksimum 3% diberikan atas penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, seperti pertambangan minyak bumi dan gas alam. Ada pula penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dikenakan tarif sebesar 1,5%.
Sama halnya dengan ketentuan besaran tarif pada jenis pajak daerah lainnya, pemerintah daerah akan mengatur lebih lanjut ketentuan besaran tarif tersebut.
PPJ Ditarik Berdasarkan Nilai Jual Tenaga Listrik
Selanjutnya, pajak penerangan jalan dikenakan berdasarkan nilai jual tenaga listrik. Nilai jual tenaga listrik tersebut ditetapkan dengan dua cara. Pertama, dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, nilai jual tenaga listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik.
Kedua, apabila tenaga listrik dihasilkan sendiri, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.
Besaran pokok pajak penerangan jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Adapun jenis pajak ini terutang dan dipungut di wilayah daerah tempat penggunaan tenaga listrik tersebut. Sebagai informasi, hasil penerimaan pajak penerangan jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan. (Ben)