Bengkulu Utara, GC – Sejumah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, Tahun Anggaran (TA) 2023 kabarnya mendapat kucuran anggaran miliaran rupiah dari APBD murni untuk Publikasi media Massa.
Namun konon kabarnya, karena tahun 2023 sudah masuk dalam tahun politik. Sehingga miliaran uang untuk belanja jasa Publikasi media masa di beberapa SKPD tersbut, diduga anggaran titipan dari dewan setempat untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan nantinya miliaran jatah publikasi di beberapa SKPD tersebut, sepertinya akan diberikan kepada media yang telah ditentukan oleh pihak dewan tertentu. Sementara media yang sudah terdata hanya diberikan jatah sedikit anggaran untuk dijadikan pelengkap atau penghias catatan semata.
“Ya memang benar. Kalau tidak ada perubahan APBD tahun 2023 mendatang SKPD kita dapat jatah dana Publikasi media miliaran rupiah. Tapi anggaran tersebut bisa saja saya tolak, jika nantinya ada intervensi dari beberapa anggota dewan yang mengakibatkan anggaran tersebut tidak berjalan sesuai aturan. Misalnya, mereka meminta ada beberapa media yang dibesarkan jatahnya hingga 10 kali lipat dari jatah yang lain,” ungkap salah satu Kepala dinas dengan media ini yang tak mau disebut namanya, Kamis (6/10/2022).
Lanjutnya, agar tidak timbul kecurigaan seolah – olah pihak instansi pemerintah ada bermain anggaran bersama dengan awak media tertentu. Maka dalam mengelola dana Publikasi media massa nantinya harus transparan dan akuntabel.
“Untuk menjamin transparansi, nanti kita buka saja daftar berapa media yang diakomodir sekaligus berapa jatah anggaran per medianya,” tegasnya.
Berdasarkan hasil Referensi LHP LKPD Tahun 2018 dan 2019 dari BPK. Masih banyak sekali permasalahan-permasalahan pada belanja jasa Publikasi Media massa di instansi pemerintah daerah Bengkulu Utara.
Adapun Permasalahan-permasalahan tersebut yakni :
1. Case Pada Tahun 2018, masih banyak ditemukan ketidakwajaran pada sistem implementasi Belanja Surat Kabar/Majalah di realisasikan untuk Jasa Publikasi di Media Massa.
2. Tahun 2018-2019, masih banyak ditemukan realisasi belanja Publikasi di Media Massa tidak sama antara perusahaan pers yang satu dengan perusahaan pers yang lainnya dengan jenis liputan yang sama (dalam program dan kegiatan yang sama) baik media online, media cetak atau media TV, rekomendasi agar dibuatkan standar harga yang dapat mengatur standarisasi belanja.
3. Banyak terjadi plagiat berita /isi liputan subtansi berita yang sama sehingga diragukan kewajarannya (melanggar kode etik jurnalistik), seharusnya tidak dibayarkan.
4. Realisasi belanja Jasa Publikasi di Media Massa tidak melalui proses order/pemesanan dari SKPD terkait (di runut tanggal order, tanggal pengajuan tagihan, pemeriksaan dokumen liputan, semua hampir tidak sesuai dengan rentang waktu secara berurutan).
5. Realisasi belanja Jasa Publikasi di Media Massa, tidak diberikan kode adv / advertorial, atau perusahaan pers mengajukan penagihan berita reguler yang memang sudah menjadi tugas sehari-harinya (modus banyak terjadi pada media cetak, buletin dan sejenisnya).
6. Realisasi belanja Jasa Publikasi di Media Massa khususnya media TV, tidak dapat menyajikan bukti/evidence durasi penayangan/loqprof yang harus di terbitkan langsung dari mesin khusus produksi TV yang memuat rincian secara keseluruhan tayangan acara TV dalam periode tertentu. SKPD melalui perusahaan pers menyajikan bukti/evidence durasi penayangan/loqprof manual yang diragukan keabsahannya. Tayangan TV off line/ manual yang di lakukan pemeriksaan hampir semua tidak sesuai dengan subtansi adv / advertorial, durasi yang tidak sama dan konten tematik (contoh tema pembangunan, tema reses, tema acara dll) tidak sesuai dengan target kinerja program/kegiatan dalam DPA.
7. Tidak ada pengaturan yang baik dari sisi perencanaan pembangunan dari sisi belanja Publikasi di Media Massa di setiap SKPD sehingga belanja Publikasi di Media Massa dianggap sebagai dana pengaman masing-masing SKPD dari tekanan media massa.
8. Perikatan kerja sama antara SKPD dan Perusahaan Pers banyak tidak ditemukan dalam realisasi belanja Publikasi di Media Massa. Belanja Publikasi di Media Massa tidak diumumkan secara terbuka.
Atas dasar banyaknya permasalah tersebut, sehingga pihak BPK menyarankan agar pengelolaan belanja jasa publikasi Pemerintah daerah di media massa dikelola satu pintu yakni, di Dinas Kominfo setempat. (Ben)