Bengkulu Utara, GC – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkulu Utara (BU) menunda hearing pembahasan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Pelaksanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021, Kamis (2/6/2022).
Penundaan hearing pembahasan LPJ Pelaksanaan APBD tahun 2021 yang dipimpin oleh Tommy Sitompul di ruang rapat paripurna gedung Dewan tersebut, dipicu karena sudah dua hari melakukan hearing pihak Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara belum memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK RI.
Menurut salah seorang anggota DPRD Bengkulu Utara dari Fraksi PKPI, Pitra Martin, pembahasan LPJ pelaksanaan APBD tahun 2021 akan dilanjutkan jika pihak yang terkait yakni Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat telah menyampaikan LHP BPK kepada masing anggota DPRD.
Link video
Hal ini kata Pitra Martin, sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat 3, pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017, Permendagri Nomor 13 Tahun 2010 tentang pedoman pelaksanaan fungsi pengawasan dewan perwakilan rakyat daerah terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan pasal 153 ayat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang berkaitan tentang kewajiban DPRD mendapat LHP BPK.
“Berdasarkan Permendagri sudah jelas, maka jika ingin pembahasan ini dilanjutkan, agar pihak eksekutif memberikan LHP BPK kepada anggota dewan terlebih dahulu. Kalau tidak, tentu pembahasan ini kesannya hanya seremonial saja. Sebab, jika ada LHP BPK tentu kita tahu apa yang harus kita perbaiki agar tidak terulang pada tahun berikutnya,” tutur Pitra Martin.
LHP BPK RI Bukan Sebuah Rahasia Negara
Lanjut Pitra Martin, seharusnya anggota DPRD tidak mengalami hambatan dalam memperoleh LHP BPK. Karena pada dasarnya hasil audit BPK itu sudah diserahkan kepada DPRD untuk kemudian dijadikan evaluasi terhadap pihak eksekutif dalam pelaksanaan belanja keuangan negara. Bahkan, menurut Pitra Martin, LHP BPK merupakan dokumen publik yang dapat diakses masyarakat secara terbuka.
“Jangankan aggtota DPRD, masyarakat pun berhak tahu isi LHP BPK tersebut.,” tegas Pitra Martin.
Sementara, Sekda haryadi, selaku pimpinan dari seluruh SKPD yang hadir dalam hearing menyampaikan, seharusnya pihak DPRD telah mengetahui apa isi LHP BPK tahun 2021. Karena sebelum pembahasan ini dilaksanakan, ketua DPRD Bengkulu Utara dan Bupati telah menerima LHP tersebut dari BPK dan saat ini masih dalam proses tindak lanjut dari pihak eksekutif.
“Pada bulan April tahun 2022 lalu, Bupati dan Ketua DPRD telah menerima LHP LKPD Bengkulu Utara tahun 2021. Dalam LHP tersebut, tentu ada catatan-catatan yang harus ditindak lanjuti oleh pihak eksekutif selama 60 hari. Karena tindaklanjutnya masih dalam proses, tentu kami belum dapat memberikan LHP tersebut,” jelas Haryadi.
Diduga Akibat Ketua DPRD Mengkonsumsi Sendiri LHP BPK
Menanggapi apa disampaikan oleh Sekda Haryadi. Maka seluruh para anggota DPRD yang hadir sepakat menunda pembahasan LPJ Pelaksanaan APBD 2021. Bahkan, didepan para SKPD yang hadir, Pitra Martin juga sempat menyapaikan, jika ketua DPRD tidak dibagikannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut kepada anggota dewan, maka hal ini merupakan sebuah langkah mundur transparansi publik Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara.
“Semestinya untuk kepentingan rakyat, tidak seharusnya ketua DPRD menahan hasil audit BPK untuk dikangkangi sendiri. Seluruh anggota dewan wajib tahu hasil audit BPK tersebut, tanpa harus meminta dengan paksa LHP BPK kepada ketua dewan,” cetus Pitra Martin.
Lebih lanjut dikatakan Pitra Martin, katanya Pemkab Bengkulu Utara 5 kali berturut – turut menerima penghargaan tentang Transparansi Publik WTP dari BPK. Tetapi faktanya masyarakat bahkan anggota DPRD sulit mengakses LHP BPK tersebut.
“Dengan terjadi hal seperti ini, tentu masyarakat menduga ada tekanan dari eksekutif kepada pimpinan DPRD untuk tidak menggandakan LHP BPK. Kalau menurut pemikiran saya, hasil audit BPK belum tentu hasilnya memojokan eksekutif, namun sikap tertutup elite ini paradoxs dengan klaim prestasi sebagai pemerintah yang transparan,” beber Pitra Martin.
Sebaiknya, diera Opini WTP ( Wajar Tanpa Pengucualuan ) 5 kali berturut-turut, tak boleh lagi ada yang ditutup tutupi, masyarakat jadi curiga. Karena Opini WTP diduga hanya sebagai kedok untuk menyembunyikan praktek “abuse of power” .
“Perlu dicermati opini WTP telah mereduksi temuan-temuan penyimpangan dalam audit tersebut,” tandas Pitra Martin.
Dikatakan jika opini hasil audit BPK WTP tapi temuan penyimpangannya masih banyak, tesisnya, penyajian laporan keuangan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, yang mendapat opini WTP ternyata tidak linier dengan fakta-fakta pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh eksekutif. Bisa jadi penyajian laporan keuangan tidak didasarkan dengan fakta fakta yang materiil dilapangan, atau hanya laporan tekstual belaka. (Ben/Adv)