Bengkulu Utara, GC – Pembangunan Gedung Olah Raga (GOR) Perjuangan Kabupaten Bengkulu Utara, senilai Rp 11,9 Miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2019 tidak sesuai dengan harapan. Mulai dari keterlambatan jadwal penyelesaian pekerjaan dari pihak kontraktor, hingga menjadi temuan dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Bengkulu tahun 2019 menyatakan, bahwa penyedia jasa pembangunan Gedung Sarana Olah Raga pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Bengkulu Utara, belum membayar denda keterlambatan sebesar Rp 308.789.833,37.
Berikut Penjelasan BPK RI Tahun 2019 :
Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara pada LRA per 31 Desember 2019 menyajikan anggaran Belanja Modal Gedung dan Bangunan sebesar Rp 63.335.472.364,00 dengan realisasi sebesar Rp 61.588.489.140,34 atau 97,24%.
Adapun salah satu rincian LRA tersebut merupakan Belanja Modal Gedung dan Bangunan pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) dengan anggaran sebesar Rp 11.980.500.000,00 dan realisasi sebesar Rp 11.345.313.093,41.
Selanjutnya, dari realisasi tersebut sebesar Rp 10.409.205.673,41 merupakan realisasi Belanja Modal Pengadaan Konstruksi/Pembelian Gedung Sarana Olahraga (GOR) Kabupaten Bengkulu Utara.
Pekerjaan pembangunan GOR tersebut dilaksanakan oleh PT PBM berdasarkan Surat Perjanjian Kerja (Kontrak) Nomor 04/PKPG/Dispora/2019 tanggal 28 Juni 2019 sebesar Rp 10.957.058.603,59 dengan jangka waktu pelaksanaan selama 180 hari kalender, yang terhitung mulai tanggal 29 Juni s.d. 24 Desember 2019.
Sampai dengan berakhirnya masa kontrak pada tanggal 24 Desember 2019, pembangunan tersebut baru selesai sebesar 95,408%. Hal ini tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan Nomor 22/BA/PP/Dispora/2019 tanggal 30 Desember 2019 dan Laporan Pengawasan yang ditandatangani oleh Pihak Dispora, Penyedia, dan Konsultan Pengawas.
Kemudian, Dispora Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara memberikan kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dengan melakukan perubahan kontrak atau addendum kontrak Nomor 19/Perb.Kontrak-PKPG/DISPORA/2019 tanggal 23 Desember 2019 dengan jangka waktu pelaksanaan selama maksimal 50 (Lima Puluh) hari kalender terhitung mulai tanggal 25 Desember 2019 s.d. 12 Februari 2020. Namun tidak mengubah volume pekerjaan.
Pekerjaan Dibayar 5 Kali Pembayaran
Atas pekerjaan tersebut telah dibayarkan sebanyak lima kali pembayaran. Pembayaran pertama dibayarkan sebesar Rp 2.191.411.720,72 dengan SP2D nomor 1157/SP2D/LS/BJ/2019 tanggal 8 Agustus 2019.
Pembayaran kedua telah dibayarkan sebesar Rp 3.944.541.097,29 dengan SP2D nomor 1825/SP2D/LS/BJ/2019 tanggal 22 Oktober 2019, dan pembayaran ketiga telah dibayarkan sebesar Rp 1.314.847.032,43 dengan SP2D nomor 2298/SP2D/LS/BJ/2019 tanggal 8 November 2019.
Selanjutnya pembayaran keempat telah dibayarkan sebesar Rp 1.665.472.907,75 dengan SP2D nomor 2845/SP2D/LS/BJ/2019 tanggal 4 Desember 2019 dan pembayaran kelima telah dibayarkan sebesar Rp 1.292.932.915,22 dengan SP2D nomor 3868/SP2D/LS/BJ/2019 tanggal 31 Desember 2019. Sehingga total nilai yang telah dibayarkan adalah sebesar 95% dari total nilai kontrak atau senilai Rp 10.409.205.673,41.
Berdasarkan hasil penelaahan dokumen kontrak, Berita Acara (BA) Klarifikasi Pemberian Kesempatan, BA Serah Terima Pertama Pekerjaan (PHO), dan dokumen pendukung lainnya. Diketahui bahwa atas pemberian kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan, penyedia jasa setiap harinya dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak sebagaimana yang tertuang dalam kontrak bahwa Pekerjaan pembangunan GOR selesai pada tanggal 24 Januari 2020.
Pekerjaan Pembangunan GOR Mengalami Keterlambatan Selama 31 Hari
Dengan demikian, sehingga pekerjaan pembangunan GOR mengalami keterlambatan selama 31 hari dari waktu yang telah diperjanjikan sebelumnya. Atas keterlambatan tersebut, penyedia dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp 308.789.833,37 (1/1000 x Rp10.957.058.603,59 x 31 hari x 100/110) dan berdasarkan keterangan dari PPTK pekerjaan tersebut diketahui, bahwa denda atas keterlambatan pekerjaan pembangunan GOR belum dibayarkan oleh penyedia.
Atas Kondisi tersebut, sehingga BPK menyatakan tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada :
1) Pasal 78 ayat (3) huruf f yang menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi adalah terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak.
2) Pasal 78 ayat (4) huruf e yang menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi denda.
3) Pasal 78 ayat (5) huruf f yang menyatakan bahwa pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf f dikenakan sanksi denda keterlambatan.
4) Pasal 79 ayat (4) yang menyatakan bahwa pengenaan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (5) huruf f ditetapkan oleh PPK dalam kontrak sebesar 1 ‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
5) Pasal 79 ayat (5) yang menyatakan bahwa nilai kontrak atau nilai bagian kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Atas kondisi tersebut, BPK juga menyatakan, bahwa hal itu tidak sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja Nomor 04/PKPG/Dispora/2019 tanggal 28 Juni 2019 dan perubahannya Nomor 19/PerbKontrak-PKPG/DISPORA/2019 tanggal 23 Desember 2019 pada Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa penyedia wajib menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam ayat 1, dan dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu per seribu) perhari dari nilai kontrak (sebelum PPN).
Kemudian lagi, atas Kondisi tersebut mengakibatkan kekurangan penerimaan daerah atas denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar Rp 308.789.833,37 (sebelum PPN).
Menurut BPK RI, Permasalahan Diatas Disebabkan Oleh :
Pertama, Pengguna Anggaran belum optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dan yang kedua, PPK dan PPTK kurang cermat dalam mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.
Atas permasalahan tersebut, Pemkab Bengkulu Utara melalui Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) menyatakan, bahwa sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK dan akan melakukan penagihan atas denda yang yang belum dibayarkan tersebut.
Selanjutnya, BPK RI juga merekomendasikan kepada Bupati Bengkulu Utara, agar menginstruksikan Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga memproses denda keterlambatan sebesar Rp 308.789.833,37 dan segera menyetorkan ke Kas Daerah. (Ben)